Selasa, 01 Juli 2008

Sedikit tentang karangasem

KONON, Dewa Indra -dewa pelindung dan guru kehidupan bagi orang Tenganan- terpesona dengan keindahan langit di malam hari dan memaparkan keindahan tersebut melalui motif tenunan kepada rakyat pilihannya, orang-orang Tenganan. Ia mengajarkan kepada Dewa Indra -dewa pelindung dan guru kehidupan yang melukiskan, sekaligus mengabadikan keindahan Bintang, Bulan, Matahari, serta hamparan langit lainnya.Kain tenun berwarna gelap alami yang digunakan masyarakat setempat untuk kegiatan ritual agama atau adat dipercaya memiliki kekuatan magis. Kain ini menjadi alat yang mampu menyembuhkan penyakit dan menangkal pengaruh-pengaruh buruk. Keberadaan kain tenun ini terkenal di kalangan peneliti budaya dunia tidak saja dari segi mitosnya, tetapi juga dari segi teknik penenunannya. Pakar tekstil menyebutkan teknik penenunan kain gringsing yang rumit dan memakan waktu yang lama ini hanya dijumpai di tiga lokasi di dunia. Selain di Tenganan, Kabupaten Karangasem, Bali, teknik ini hanya terdapat di Jepang dan India. Secara administratif, keberadaan kabupaten yang terkenal dengan kain tenun gringsing ini, belumlah lama. Ditetapkan menjadi daerah kabupaten melalui Undang-Undang Nomor 69 tanggal 14 Agustus 1958. Sementara secara historis Karangasem telah berdiri sejak tahun 1661. Namun, baik dalam kurun waktu administratif maupun historis tersebut, belum banyak hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati penduduknya. Pembangunan di kabupaten yang terletak di Pulau Bali bagian timur ini mengalami pasang surut. Meletusnya gunung tertinggi di Bali, Gunung Agung (ketinggian 2.500 meter) tahun 1963, sempat menyurutkan pembangunan di kabupaten berpenduduk sekitar 350.000 jiwa ini. Bahkan dikatakan, pembangunan Karangasem tertinggal dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Bali.Namun demikian, secara perlahan-lahan kabupaten yang kaya dengan kesenian dan budaya ini mulai berbenah diri. Total kegiatan ekonominya tahun 1993 hanya sebesar Rp 420,8 milyar, sementara tahun 1999 naik menjadi sekitar satu trilyun rupiah. Peningkatan ini juga diikuti dengan bertambahnya pendapatan per kapita penduduknya yang pada tahun 1999 tersebut mencapai Rp 2,8 juta. Suatu angka yang sebenarnya masih di bawah rata-rata pendapatan per kapita penduduk Bali yang besarnya Rp 4,7 juta. Namun ini sudah menunjukkan peningkatan yang mengesankan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kondisi geografis dianggap sebagai faktor penyebab ketertinggalan pembangunan di kabupaten ini. Tak dapat dipungkiri, wilayah seluas 83.954 hektar ini sebagian besar (sekitar 60 persen) merupakan tanah kering dan tandus. Namun demikian, kondisi geografis wilayah yang berbatasan dengan Laut Bali dan Selat Lombok ini justru menguntungkan di sektor pariwisata. Dengan membangun hotel-hotel di atas tanah karang, bahkan di atas timbunan lahar, kabupaten yang banyak melahirkan raja-raja besar di Bali ini berangsur mengubah citra pembangunannya. Sektor pariwisata menjadi sektor yang diandalkan selain sektor utama, pertanian. Dari sektor pariwisata, meskipun arus wisatawan, baik Nu-santara maupun mancanegara, mengalami penurunan sejak krisis moneter melanda tahun 1997, jumlah penerimaan pajak dari subsektor hotel dan restoran mengalami peningkatan. Dalam tiga tahun terakhir, dari tahun anggaran 1998/1999 sampai 2000 realisasi penerimaan pajak subsektor tersebut tidak kurang dari Rp 5 milyar tiap tahunnya. Persentase realisasipenerimaan pajak ini di atas seratus persen dari yang ditargetkan pemerintah kabupaten. Hal ini disebabkan efek positif menguatnya nilai tukar mata uang asing terhadap nilai rupiah yangdibawa wisatawan asing.Peningkatan penerimaan pajak dari sektor pariwisata ini ditunjang pula dengan pembangunan infrastruktur dan hotel-hotel yang sampai tahun 1999 telah berdiri sebanyak 131 hotel, terdiri dari tujuh hotel berbintang dan 124 hotel nonbintang. Kawasan wisata alam yang menjadi andalan daerah ini adalah Candidasa, yang merupakan kawasan wisata pantai alternatif selain pantai Kuta dan Sanur (di Kabupaten Badung). Selain itu juga terdapat pura Besakih (75 km timur Denpasar) yang menjadi kawasan wisata budaya. Tempat peribadatan umat Hindu terbesar di Bali ini merupakan salah satu obyek wisata andalan kabupaten ini selain Tirtagangga dan Tenganan. Tirtagangga merupakan tempat bekas peristirahatan raja Karangasem yang kemudian beralih menjadi obyek wisata dengan kolamkolam pemandian yang indah. Sedangkan Tenganan merupakan desa adat yang adatnya berbeda dari yang dianut sebagian besar penduduk Bali dan penduduknya dikenal sebagai Baliaga atau penduduk Bali asli.Sayangnya, laju perkembangan sektor pariwisata di Karangasem belum diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan penduduknya.

[+/-] Selengkapnya...

Template by : kendhin x-template.blogspot.com